DPR Belum
Setujui Ujian Akhir Nasional
Dewan Perwakilan Rakyat hingga saat ini belum
menyetujui rencana penyelenggaraan Ujian Akhir Nasional (UAN) oleh Departemen
Pendidikan Nasional. Sebab, kata Wakil Ketua Komisi X DPR Is Anwar Datuk Rajo
Perak, sebelumnya Menteri Pendidikan telah menyepakati tidak ada penyelenggaraan
Ujian Akhir Nasional.
"Namun belakangan entah dapat bisikan dari mana
menteri bersikeras menyelenggarakan UAN dengan nama lain," kata Anwar
dihubungi Tempo melalui telepon, Minggu (30/1). Menurut dia, DPR menolak karena
banyak diprotes oleh masyarakat, termasuk dunia pendidikan. Dia menambahkan,
DPR juga memperoleh informasi bahwa UAN ini menjadi sumber penyelewengan oleh
oknum tertentu. Padahal penyelenggaraannya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Namun, kata Anwar, DPR belum memvonis bahwa penyelenggaraan
kegiatan UAN tidak baik. “Kami masih memerlukan informasi yang sebenar-benarnya
tentang masalah UAN. Apakah bermanfaat atau tidak. Kami akan dudukkan persoalan
ini," tambahnya.
Selain itu, lanjutnya, sejak menteri menyepakati tidak
ada UAN maka anggarannya juga tidak tersedia."Tetapi kalau Menteri
Pendidikan bersikeras menyelenggarakan, ya kami juga mau lihat dari mana
danannya," katanya.
Kilas Balik Ujian Akhir Nasional
Keputusan
pemerintah menghapuskan EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional)
kemudian menggantinya dengan UAN (Ujian Akhir Nasional) mendapat banyak sorotan
dari berbagai kalangan.
Pemerintah
sendiri khususnya Departemen Pendidikan Nasional mempunyai alasan tersendiri.
Wapres Jusuf Kalla mengatakan bahwa jika bangsa ini ingin maju, maka harus
mengetahui keadaan yang sesungguhnya atas pendidikan. “Apabila selama ini hanya
dipoles-poles angkanya, maka bangsa ini tidak akan berkembang maju dengan
betul. Kita tidak ingin menyiksa murid, tapi ingin memaksa murid belajar dengan
keras,” tuturnya.
Di sisi lain,
Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP),
National Education Watch (NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The
Center for the Betterment Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural
(KKSK), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia
(FGHI), Forum Aksi Guru Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tanggerang
(FKGKT), Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education
Club (JTEC), dan Indonesia Corruption Watch (ICW), mempunyai pandangan lain.
Berdasarkan
kajian terhadap UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, Koalisi Pendidikan
menemukan beberapa kesenjangan.
Mereka
menilai UAN hanya mengukur satu aspek kompetensi kelulusan yakni aspek
kognitif. Padahal menurut penjelasan pasal 35 ayat 1 UU Sisdiknas, kompetensi
lulusan seharusnya mencakup tiga aspek yaitu aspek sikap (afektif), pengetahuan
(kognitif), dan keterampilan (psikomotorik). Dalam kaitannya dengan mutu
pendidikan, UAN hanya melakukan evaluasi terhadap peserta didik. Padahal,
menurut pasal 57 UU Sisdiknas, mutu pendidikan seharusnya didasarkan pada
evaluasi yang mencakup peserta didik, lembaga, dan program pendidikan.
Mereka juga
menilai bahwa UAN mengabaikan muatan kurikulum yang menganut prinsip
kemajemukan potensi daerah dan peserta didik. Sebab menurut pasal 36 ayat 2 UU
Sisdiknas, kurikulum harus dikembangkan dengan menggunakan prinsip kemajemukan
(diversifikasi) potensi daerah dan potensi peserta didik. UAN juga telah
merampas kewenangan pendidik/guru dan sekolah untuk melakukan evaluasi hasil
belajar dan menentukan kelulusan peserta didik. Menurut pasal 58 ayat 1 dan
pasal 61 ayat 2 UU Sisdiknas, evaluasi hasil belajar dan penentuan kelulusan
peserta didik dilakukan oleh pendidik/guru dan satuan pendidikan/sekolah.
Terlepas dari
pro dan kontra seputar UAN (Ujian Akhir Nasional) yang tahun 2005 ini berubah
nama menjadi UN (Ujian Nasional), pemerintah tetap teguh pada kebijakannya
untuk memberlakukan Ujian Nasional di tahun-tahun mendatang. Berikut ini,
informasi singkat sejak UAN mulai diberlakukan dan rencana pemerintah di tahun
2006 mendatang.
UAN 2003
Pada awal
April 2003, pemerintah menetapkan kebijakan baru tentang Ujian Akhir Nasional
(UAN). Siswa SMP dan SMA atau sekolah sederajat peserta UAN 2003 yang memiliki
nilai ujian kurang dari tiga dinyatakan tidak lulus. “Ketentuan tersebut
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah,” demikian kata
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdiknas Indra Djati Sidi di
tengah-tengah maraknya pro dan kontra berkaitan dengan UAN ini.
Pada
tahun-tahun sebelumnya, ujian yang diselenggarakan dinamakan EBTANAS (Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional). Siswa dinyatakan lulus jika nilai rata-rata
seluruh mata pelajaran yang diujikan dalam EBTANAS adalah enam, meski terdapat
satu atau beberapa mata pelajaran bernilai di bawah tiga. Namun, mulai 2003,
siswa kelas 3 SMP dan 3 SMA harus belajar lebih keras agar nilai murni UAN
tidak kurang dari angka tiga karena soal Ujian Akhir Nasional dibuat oleh
Depdiknas dan pihak sekolah tidak bisa mengatrol nilai UAN.
Para siswa
yang tidak lulus UAN masih diberi kesempatan untuk mengikuti ujian ulangan UAN
selang satu minggu sesudahnya. Jika dalam ujian ulangan UAN siswa tetap
memiliki nilai kurang dari angka tiga, maka dengan terpaksa mereka dinyatakan
tidak lulus atau hanya dinyatakan tamat sekolah.
Hal ini bisa
dilihat dari fakta di lapangan. Tiga persen (828 siswa) dari 26.252 siswa
SMA/MA di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan tidak lulus. Sedangkan
untuk jenjang SMP/MTs, 1.700 siswa (sekitar 3,7 persen) dari total peserta
Ujian Akhir Nasional sebanyak 46.475 siswa, dinyatakan tidak lulus.
Pada jenjang
Sekolah Dasar, pro kontra seputar ujian nasional memang tidak terlalu ramai
dibicarakan karena untuk siswa SD tidak ada UAN tetapi digantikan dengan Ujian
Akhir Sekolah (UAS). Meski demikian, pada saat itu muncul anggapan bahwa nilai
antar sekolah tidaklah standar sehingga untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya
yaitu ke SMP harus melalui tes seleksi.
UAN 2004
Dalam rangka
untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan nasional, pada tahun 2004 Departemen
Pendidikan Nasional kembali menaikkan standar kelulusan dari 3,01 menjadi 4,01.
Sebenarnya angka nilai minimal 4,01 ini terbilang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang lebih maju yang mempunyai batas minimal nilai enam. Depdiknas juga mengeluarkan keputusan ‘berani’ dengan ditiadakannya Ujian Ulang UAN bagi siswa yang tidak mencapai batas minimal kelulusan. Artinya, bagi siswa yang gagal meraih angka lebih dari 4,01 maka siswa yang bersangkutan harus mengulang tahun depan atau dinyatakan tidak lulus.
Sebenarnya angka nilai minimal 4,01 ini terbilang masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang lebih maju yang mempunyai batas minimal nilai enam. Depdiknas juga mengeluarkan keputusan ‘berani’ dengan ditiadakannya Ujian Ulang UAN bagi siswa yang tidak mencapai batas minimal kelulusan. Artinya, bagi siswa yang gagal meraih angka lebih dari 4,01 maka siswa yang bersangkutan harus mengulang tahun depan atau dinyatakan tidak lulus.
Namun, pada
detik-detik terakhir menjelang berlangsungnya Ujian Akhir Nasional, kebijakan
tidak ada UAN ulang itu dibatalkan, setelah mendapat masukan dari beberapa
lapisan masyarakat. Tingkat ketidaklulusan pada tahun 2004 yang diperkirakan
akan meningkat ternyata tidak sepenuhnya terbukti. Walaupun terjadi peningkatan
ketidaklulusan namun angka-nya tidak signifikan. Beberapa peristiwa berkaitan
dengan Ujian Akhir Nasional 2004 adalah kontroversi tentang Konversi Nilai UAN
yang dianggap merugikan siswa-siswa yang pandai dan lebih menguntungkan siswa
yang kurang pandai.
UN 2005
Depdiknas
kembali menaikkan standar kelulusan dari 4,01 menjadi 4,25 dan merubah nama
Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi Ujian Nasional (UN). Yang membedakan UN 2005
dengan UAN adalah janji Mendiknas yang tidak akan mengulang kembali skandal
konversi nilai seperti kejadian tahun lalu.
Ujian Nasional
2005 untuk tingkat SMA/MA dan SMK diadakan pada tanggal 30 Mei sampai dengan 1
Juni 2005, sedangkan tingkat SMP/MTs diadakan pada tanggal 6 Juni sampai dengan
8 Juni 2005.
Secara
nasional nilai rata-rata hasil Ujian Nasional tahun pelajaran 2004/2005
meng-alami kenaikan signifikan dibandingkan hasil Ujian Nasional tahun
pelajaran 2003/2004.
Berkaitan dengan hasil Ujian Nasional tersebut, Depdiknas memberikan kesempatan kepada Peserta didik yang belum lulus Ujian Nasional tahap pertama, mengikuti Ujian Nasional tahap kedua hanya untuk mata pelajaran yang belum lulus. Ujian Nasional tahap kedua diadakan pada 22, 23, dan 24 Agustus 2005 untuk SMA/MA/SMK/SMALB, SMP/MTs/SMPLB. Selain itu, Depdiknas mengeluarkan edaran kepada perguruan tinggi dan SMA/MA/SMK bahwa mereka dapat melakukan “penerimaan bersyarat” bagi siswa yang belum lulus UN.
Berkaitan dengan hasil Ujian Nasional tersebut, Depdiknas memberikan kesempatan kepada Peserta didik yang belum lulus Ujian Nasional tahap pertama, mengikuti Ujian Nasional tahap kedua hanya untuk mata pelajaran yang belum lulus. Ujian Nasional tahap kedua diadakan pada 22, 23, dan 24 Agustus 2005 untuk SMA/MA/SMK/SMALB, SMP/MTs/SMPLB. Selain itu, Depdiknas mengeluarkan edaran kepada perguruan tinggi dan SMA/MA/SMK bahwa mereka dapat melakukan “penerimaan bersyarat” bagi siswa yang belum lulus UN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar