Selasa, 19 Maret 2013

Sejarah Pembentukan PASKIBRAKA



SEJARAH PEMBENTUKAN PASKIBRAKA

BENDERA PUSAKA
            Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945, jam 10.00 pagi, di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta.setelah pernyataan kemerdekaan Indonesia untuk peertama kalinya secara resmi Bendera Kebangsaan Merah Putih dikibarkan oleh dua orang muda-mudi yaitu Suryadi Suhud dan Latief Hendraningrat. Bendera ini dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati Soekarno. Bendera inilah yang kemudian disebut “Bendera Pusaka”. Pada tanggal 4 Januari 1946, aksi terror Belanda semakin meningkat maka Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya Ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
            Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Pada saat Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Bapak Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soekarno dan ditugaskan untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Agar dapat diselamatkan, Bapak Husein Mutahar terpaksa harus memisahkan antara bagian merah dan putihnya. Akhirnya dengan bantuan Ibu Perna Dinata, benang jahitan di antara Bendera Pusaka yang telah dijahit tangan Ibu Fatmawati berhasil dipisahkan.
            Sekitar pertengahan bulan Juni 1948, pada pagi hari, Bapak Husein Mutahar menerima pemberitahuan dari Bapak Soedjono. Isi pemberitahuan itu adalah ada surat pribadi Presiden Soekarno yang ditujukan kepda Bapak Husein Mutahar. Pada sore harinya surat itu di ambil oleh beliau, isinya adalah perintah Presiden Soekarno kepada Bapak Husein Mutahar supaya menyerahkan Bendera Pusaka yang dibawanya kepada Bapak Soedjono agar Bendera Pusaka tersebut dapat di bawa dan diserahkan kepada Presiden Soekarno di Bangka (Muntok).
            Setelah mengetahui tanggal keberangkatan Bapak Soedjono, dengan meminjam mesin jahit milik seorang istri Dokter, Bendera Pusaka yang telah terpisah menjadi dua bagian dijahit kembali oleh Bapak Husein Mutahar persis di lubang bekas jahitan aslinya. Akan tetapi sekitar 2 cm dari ujung Bendera ada kesalahan jahit. Selanjutnya, Bendera Pusaka ini dibungkus dengan kertas Koran dan diserahkan kepada Bapak Soedjono untuk diserahkan kepada Presiden Soekarno.
            Sebagai penghargaan atas jasa menyelamatkan Bendera Pusaka yang dilakukan oleh Bapak Husein Mutahar, Pemerintah  Republik Indonesia telah menganugerahkan Bintang Mahaputera pada tahun 1961 yang disematkan sendiri oleh Presiden Soekarno.

PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH DI GEDUNG AGUNG YOGYAKARTA
            Menjelang peringatan HUT RI yang Ke-2, Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau yaitu Mayor (L) Husein Mutahar. Selanjutnya Presiden Soekarno member tugas untuk mempersiapkan dan memimpin upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1946, di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
            Bapak Husein Mutahar berpikir untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, pengibaran Bendera Pusaka sebaikl\nya dilakukan oleh para pemuda se-Indonesia. Kemudian beliau menunjuk 5 orang pemuda terdiri dari 3 orang putri dan 2 orang putra perwakilan daerah yang berada di Yogyakarta untuk melaksanakan tugas. Lima orang tersebut merupakan symbol dari Pancasila. Salah seorang dari pengibar bendera tersebut adalah Titik Dewi pelajar SMA yang berasal dari Sumatera Barat dan tinggal di Yogyakarta.
            Pengibaran Bendera Merah Putih kemudian dilaksanakan lagi pada peringatan HUT RI tanggal 17 Agustus 1947 dan tanggal 17 Agustus 1948 dengan petugas pengibar bendera tetap orang dari perwakilan daerah lain yang ada di Yogyakarta.
            Setelah 4 tahun ditinggalkan, Jakarta kembali menjadi Ibukota Republik Indonesia. Pada hari itu Bendera Pusaka dibawa ke Jakarta. Untuk pertama kalinya peringatan HUT RI tanggal 17 Agustus 1950 diselenggarakan di Istana Merdeka Jakarta. Bendera Pusaka berkibar dengan megahnya di tiang 17 meter  dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh seluruh bangsa Indonesia. Regu-regu pengibar dari tahun 1950-1966 dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan.

BERDIRINYA DIREKTORAT JENDERAL URUSAN PEMUDA DAN PRAMUKA (DITJEN UDAKA) DAN LATIHAN PANDU INDONESIA BERPANCASILA
            Pada saat memperingati ulang tahun ke-49,tanggal 5 Agustus 1966, Bapak Husein Mutahar menerima “kado” dari pemerintah, beliau diangkat menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suatu kegiatan yang diadakan Ditjen UDAKA ada kaitannya dengan Paskibraka kelak adalah latihan Pandu Indonesia ber-Pancasila. Latihan ini sempat diujicobakan 2 kali pada tahun 1966 dan 1967, kemudian dimasukkan kurikulum ujicoba Pasukan Penggerak Bendera Pusaka tahun 1967 yang anggotanya terdiri atas para Pramuka Penegak dan Gugus depan-Gugus depan di DKI Jakarta.

PERCOBAAN PEMBENTUKAN PASUKAN PENGEREK BENDERA PUSAKA TAHUN 1967 DAN PASUKAN PERTAMA TAHUN 1968
            Taun 1967 Bapak Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soekarno untuk menangani lagi masalah pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar pelaksaan tahun 1966 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.    Kelompok 17          : Pengiring/Pemandu
2.    Kelompok 8            : Pembawa/Inti
3.    Kelompok 45          : Pengawal
ini merupakan symbol/gambaran dari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 (17-8-45).
            Pada tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar Bendera Pusaka adalah para pemuda utusan Provinsi. Akan tetapi, Provinsi-Provinsi belum seluruhnya mengirimkan utusan, sehingga masih harus ditambah oleh mantan anggota Pasukan tahun 1967. Tahun 1969 karena Bendera Pusaka kondisinya sudah terlalu tua sehingga tidak mungkin lagi untuk dikibarkan, dibuatlah duplikat Bendera Pusaka.
            Bendera Merah Putih Duplikat Bendera Pusaka yang akan dibagikan ke daerah terbuat dari sutra alam dan alat tenun asli Indonesia, yang warna merah dan putih langsung ditenun menjadi satu tanpa dihubungkan dengan jahitan dan warna merahnya cat celup asli Indonesia.
            Tanggal 5 Agustus 1969 di Istana Negara Jakarta, berlangsung upacara penyerahan Duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan Reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Soekarno kepada Gubernur seluruh Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar di seluruh Ibukota Provinsi dapat dikibarkan Duplikat Bendera Pusaka dan diadakan pembacaan naskah Proklamasi bersamaan dengan upacara peringatan HUT RI di Istana Merdeka Jakarta. Selanjutnya, Duplikat Bendera Pusaka dan Reprodusi Naskah Proklamasi juga de serahkan kepada Kabupaten-Kota dan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
            Bendera duplikat mulai menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan HUT RI tanggal 17 Agustus 1969, sedangkan Bendera Pusaka terlipat dalam kotak bertugas mengantar dan menjemput Bendera Duplikat yang dikibarkan/diturunkan.
            Pada tahun 1967 s.d. tahun 1972 anggota Pasukan Pengibar Bendera adalah para remaja SMA setanah air Indonesia, yang merupakan utusan dari 26 Provinsi di Indonesia, sekarang 33 Provinsi. Setiap Provinsi diwakili oleh sepasang remaja yang dinamakan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Pada tahun 1973, Bapak Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk anggota pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. Pas berasal dari Pasukan, dan kib berasal dari pengibar, ra berasal dari bendera dan ka dari pusaka. Mulai saat itu singkatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah PASKIBRAKA.







Kamis, 14 Maret 2013

Pembelajaran RME (Realistic Mathematic Education)

Realistic Mathematic Education
(Pembelajaran Matematika Realistik)

Pada pembahasan pembelajaran matematika realistik tersebut, pembelajaran matematika selama ini dipandang tidak sesuai dengan tujuan dari belajar itu sendiri, pembelajaran yang diterima oleh siswa kurang dapat dipahami, sehingga apa yang dipelajari siswa di sekolah tidak dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Dari masalah tersebut, munculah suatu solusi yaitu dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik, yang harapannya siswa tidak hanya sekedar belajar di sekolah, tetapi apa yang dipelajari oleh siswa dapat di aplikasikan dalam kehidupan siswa itu sendiri, yang orientasinya adalah siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-hari.
Pelajaran matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa jika pelajaran tersebut dikaitkan dengan kehidupan siswa sehari-hari atau apa yang mereka alami sendiri, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga pelajaran dapat lebih bermakna.
Dalam pembelajaran matematika realistik ini pembelajaran lebih dipusatkan pada siswa (student center), Guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator dan motivator saja, sehingga bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mengajar perlu diperhatikan.

Pengertian Kurikulum


Pengertian dan Definisi Kurikulum
Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.
Menurut  George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa . Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan.
Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1.kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya      
  dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2.kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai
  suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan;  bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3.kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai
  suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4.kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu
  kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan
  perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.
Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
(1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Menurut Hilda Taba ,1962,Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah
Menurut Beane, dkk (1986) menyatkan bahwa; Kurikulum yakni bahwa konsep kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi: (1) kurikulum sebagai produk; (2) kurikulum sebagai program; (3) kurikulum sebagai hasil yang diinginkan: dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi peserta didik.
            Menurut Bobbit, kurikulum merupakan suatu naskah panduan mengenai pengalaman yang harus didapatkan anak-anak agar menjadi orang dewasa yang seharusnya. Oleh karena itu kurikulum merupakan kondisi ideal dibandingkan kondisi real. Kurikulum diibaratkan sebagai “jalur pacu” atau “kendaraan” untuk mencapai tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan.
Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (outcomes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran. Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Menurut Grundy, S (1987) kurikulum merupakan program aktivitas guru dan murid yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa-siswa akan mencapai sebanyak mungkin tujuan akhir kegiatan pendidikan atau sekolah. Kurikulum bukan hanya susunan sederhana mengenai perencanaan yang akan diimplementasikan, namun juga terdiri dari proses yang aktif terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang saling berhubungan timbal balik dan terintergrasi sebagai suatu proses.
Awalnya kurikulum diterapkan dalam konsep sekolah atau pendidikan formal (Smith, M.K., 1987). Dalam pendidikan formal, kurikulum biasanya disusun oleh pemilik otoritas, misalnya National Curriculum for England untuk negara Inggris dan Departmen Pendidikan Nasional di Indonesia. Saat ini kurikulum juga juga digunakan dalam setting pendidikan informal, seperti kursus. Kurikulum dalam setting informal disusun oleh lembaga tersebut sesuai kebutuhan. Kurikulum memiliki fungsi strategis dalam pendidikan, walaupun bukan satu-satunya perangkat tunggal penjabaran strategi pendidikan. Fungsi kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan dan penjabaran visi tergantung dari kecakapan guru, ketercakupan substansi kurikulum, dan evaluasi proses belajar (Agus Suwignyo dalam Forum Mangunwijaya, 2007).
Dalam perspektif kebijakan Pendidikan Nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
BNSP (2006) mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.


Referensi
BSNP, 2006, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan
Forum Mangunwijaya, 2007, Kurikulum yang Mencerdaskan : Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, Jakarta, Penerbit Buku Kompas 
Grayson Lawrence, 1978, On a Methodology for Curriculum Design, Engineering Education
Grundy, S., 1987,  Curriculum: Product or Praxis? Lewes: Falmer Press.
Harsono, 2005, Pengantar Problem-Based Learning, edisi kedua, Medika, Fakultas KedokteranUGM,  
          Yogyakarta