Paskibraka
Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia
di 3 tempat, yakni tingkat Kabupaten/Kota (Kantor Bupati/Walikota),
Provinsi (Kantor Gubernur), dan Nasional (Istana Negara). Anggotanya
berasal dari pelajar SMA Sederajat kelas 1 atau 2. Penyeleksian
anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus.
Paskibraka
|
||||||||||||
saat - saat Prosesi Pengukuhan Paskibraka Nasional di Istana Negara | ||||||||||||
Lambang
Lambang dari Purna paskibraka Indonesia adalah bunga teratai
- tiga helai daun yang tumbuh ke atas: artinya paskibraka harus belajar, bekerja, dan berbakti
- tiga helai daun yang tumbuh mendatar/samping: artinya seorang pakibra harus aktif, disiplin, dan bergembira
Artinya adalah bahwa setiap anggota paskibraka memiliki jiwa yang
sangat mulia. dan mengapa Lambang Paskibraka dilambangkan dengan Bunga
Teratai. Karena Bunga Teratai tumbuh di lumpur dan berkembang diatas air
yang bermakna bahwa anggota paskibraka adalah pemuda dan pemudi yang
tumbuh dari (Orang Biasa) tanah air yang sedang bermekar/berkembang dan
membangun.
Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia
dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI
yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor
(Laut) Husein Mutahar,
untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung
Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu
gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para
pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi
penerus perjuangan bangsa yang bertugas.
Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar
hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang
berasal dari berbagai daerah dan kebertulan sedang berada di Yogyakarta.
Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun
1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara
yang sama.
Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak
lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka
pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga
Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar
bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.
Tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil presiden saat itu, Soekarno, untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
- Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
- Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),
- Pasukan 45 / pengawal.
Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh eks-anggota pasukan tahun 1967.
Pada tanggal 5 Agustus 1969,
di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat
Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto
kepada Gubernur/Kepala
Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang terdiri dari
6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada
peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus
1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas
mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan. Mulai
tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa
SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi
di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan
putri.
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan Paskibraka.
PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian
pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu,
anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.
Latihan dan Persiapan PASKIBRAKA sebelum 17 Agustus (HUT-RI)
Paskibraka diawali dengan seleksi dari
tingkat Kota/Kabupaten pada bulan Maret dan April, kemudian yang lolos
ke tingkat Caprov/NAS (Calon Provinsi-Nasional) akan diutus ke Paskibraka
tingkat Provinsi, dan di tingkat Provinsi tersebut akan dilakukan
seleksi untuk diutus ke tingkat Nasional dengan pasangan satu putri dan
satu putra terbaik. Menjelang 17 Agustus biasanya seminggu sebelum 17
agustus atau lebih akan dilakukan Karantina untuk anggota calon Paskibraka yang akan bertugas pada HUT-RI, pada Karantina ini anggota calon Paskibraka
ini ditempatkan di asrama, pada Karantina ini mereka berlatih terus
menerus untuk penugasan dengan melakukan gladi bersih dan gladi kotor
dan sehari sebelum 17 agustus mereka melakukan Pengukuhan yang jatuh
pada 16 Agustus, dan keesokan harinya anggota Paskibraka melakukan penugasan pagi (pengibaran) dan sore (penurunan).
Pembentukan Formasi Pasukan
Pada dasarnya Paskibraka terdiri
dari 3 tingkatan, yaitu tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi, dan Nasional.
Untuk tingkat Kota/Kabupaten yaitu melaksanakan tugas di Kota asal Paskibraka
tersebut dengan inspektur upacara yaitu Walikota/setara. Pembentukan
Tingkat Provinsi yaitu diseleksi dari kota-kota pada provinsi tersebut
dan akan diutus ke ibukota provinsi dari kota-kota di provinsi daerah
asal, Paskibraka pada tingkat ini
melaksanakan tugas di ibukota Provinsi dengan inspektur upacara yaitu
Gubernur/setara. Dan yang akhir yaitu tingkat Nasional yaitu Paskibraka yang diseleksi dari seluruh provinsi di Indonesia yang tiap-tiap provinsi akan mengutus satu putra dan satu putri terbaik dan tingkat ini melaksanakan tugas di Istana Negara atau Istana Merdeka Jakarta, dengan inspektur upacara yaitu Presiden Republik Indonesia. Paskibraka
dibagi menjadi dua tugas yaitu pasukan yang melakukan tugas pagi
sebagai pengibar bendera dan tugas sore sebagai pasukan penurunan
bendera.
Formasi khusus Paskibraka yaitu:
- Pasukan 17 berposisi di paling depan sebagai pemandu/pengiring dengan dipimpin oleh suatu Komandan Pleton (Danton). Pasukan 17 Ini seluruhnya merupakan anggota Paskibraka.
- Pasukan 8 berposisi di belakang pasukan 17 sebagai pasukan inti dan pembawa bendera. Di pasukan ini terdapat 4 anggota TNI atau POLRI sebagai pengawal dan 2 putri Paskibraka sebagai pembawa bendera, 3 putra Paskibraka pengibar/penurun bendera, dan 3 putri Paskibraka di saf belakang sebagai pelengkap/pagar.
- Pasukan 45 berposisi di belakang pasukan 8 sebagai pasukan pengawal/pengaman dan merupakan anggota dari TNI atau POLRI dengan senjata lengkap.
Untuk Pasukan yang melakukan pengibaran/penurunan bendera akan
dipimpin oleh Komandan Kompi (Danki) yang posisinya di sebelah kanan
Komandan Pleton (Danton) 17. Ini merupakan anggota TNI atau POLRI.
Tentang Makna Merah Putih
Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka Merah Putih (bendera asli jahitan tangan ibu Fatmawati), Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna
(dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi
panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian
atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya
berukuran sama.
Makna merah putih
Sejarah
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.
Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih
dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia
mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan
warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna
merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari
Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri.
Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik
pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami
kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat
pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera
merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan
Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang
Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih
sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan
dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera
perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja
dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan
bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di
bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan
bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka,
bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan
Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.
Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung
warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai
panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan
kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme
terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa
pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu
dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula. [7]
-
-
-
Bendera Merah Putih digunakan sejak 17 Agustus 1945
Arti Warna
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani,
putih berarti suci. Merah melambangkan raga manusia, sedangkan putih
melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan
jiwa dan raga manusia untuk membangun Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan
putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula
jawa (gula aren) dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan
ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit
berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan
putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini
oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah
berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna
merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak
bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah
ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah,
yang ditanam di gua garba.
Peraturan Tentang Bendera Merah Putih
Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35, UU No 24/2009, dan Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia.
Bendera Negara dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur dan dengan ketentuan ukuran:
- 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;
- 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
- 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;
- 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;
- 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
- 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
- 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;dan
- 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. Dalam keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.
Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang
menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan,
transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri.
Bendera Negara wajib dikibarkan setiap hari di:
- istana Presiden dan Wakil Presiden;
- gedung atau kantor lembaga negara;
- gedung atau kantor lembaga pemerintah;
- gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian;
- gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
- gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;
- gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
- gedung atau halaman satuan pendidikan;
- gedung atau kantor swasta;
- rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
- rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
- rumah jabatan menteri;
- rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;
- rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;
- gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
- pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan
- taman makam pahlawan nasional
Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah dapat
dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden,
mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara,
menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan
perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara
Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal
dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa
dan negara.
Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56
Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka
Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional
Jakarta.
Setiap orang dilarang:
- merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;
- memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;
- mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;
- mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan
- memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.